Papua Democratic Institute (PD-Institute) yang oleh mengadakan pertemuan dengan Direktur Yayasan Pusaka, Frangy Samperante di Jakarta pada Kamis 7 Maret 2024. Adapun tim dari PD-Institute terdiri dari Elvira Rumkabu, Septer Manufandu, Apriani Anastasia, Petrus Farneubun dan Marudut Hasugian. Pertemuan ini diawali dengan perkenalan PD-Institute, serta pemaparan kerja riset dan advokasi yang tengah dilakukan. Dalam diskusi, PD-Institute menerima masukan terkait tantangan dalam riset dan advokasi di Papua. Beberapa poin penting yang disampaikan mencakup perlunya riset mengenai praktik baik dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) oleh masyarakat adat. Riset ini dapat menjadi alternatif kebijakan bagi pemerintah yang cenderung mendorong ekonomi skala besar tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap masyarakat adat. PD-Institute juga didorong untuk meneliti ketahanan masyarakat adat dalam menghadapi perubahan sosial dan ekonomi.
Selain itu, PD-Institute didorong untuk mendokumentasikan praktik lokal ekonomi hijau yang telah berlangsung di Papua, termasuk tantangan dan peluang dalam advokasinya. Kontekstualisasi praktik ekonomi hijau berbasis kearifan lokal dapat memperkuat posisi masyarakat adat dalam menghadapi kebijakan pembangunan yang tidak berpihak kepada mereka.
Salah satu tantangan utama yang diidentifikasi adalah minimnya partisipasi NGO dan masyarakat sipil dalam penyusunan dokumen perencanaan pembangunan di Papua. Dokumen seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) lebih banyak didominasi oleh akademisi dari luar Papua, sementara narasi dan praktik cerdas masyarakat adat jarang masuk dalam perencanaan. Hal ini mengakibatkan ruang hidup masyarakat adat tidak terakomodasi dalam kebijakan pembangunan. PD-Institute melihat ini sebagai peluang strategis untuk mengisi celah dalam advokasi berbasis riset dan memastikan suara masyarakat adat lebih terwakili dalam kebijakan pembangunan di Papua.
