Foto bercerita
RACUN DI LANGIT HOLTEKAMP
Saat ini pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi telah menjadi sejarah panjang dalam perkembangan industri modern, salah satunya yaitu penggunaan batu bara sebagai bahan bakar dalam industri Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Meskipun dengan adanya PLTU ini bisa memberikan beberapa dampak yang positif untuk masyarakat, namun disamping itu sama halnya dengan banyak sumber energi tak terbarukan lainnya, justru penggunaan industri berbahan batu bara banyak memiliki dampak negatif yang terbilang sangat signifikan dan berbahaya. Dampak negatif yang muncul banyak yang berkaitan langsung dengan kehidupan masyarakat sekitar, mulai dari segi lingkungan, mata pencaharian, sampai pada persoalan yang menyangkut dengan kesehatan masyarakat.
Di Kota Jayapura, tepatnya di Kampung Holtekamp Distrik Muara Tami terdapat industri PLTU yang sudah beroperasi sejak tahun 2014 silam sampai sekarang. Menurut hasil riset Mongabay (2017), PLTU yang berkapasitas 2x10 MW ini akan menghabiskan batu bara 10.000 metrik ton per bulan. Bukan hanya letaknya yang berada tepat di tepi bibir pantai, PLTU ini juga berdekatan langsung dengan pemukiman masyarakat Kampung Holtekamp, terkhususnya di RW 3.
Batu bara mengandung berbagai jenis unsur racun, termasuk logam berat dan radioaktif. Penggunaan batu bara sebagai bahan bakar untuk PLTU juga berpotensi menimbulkan berbagai macam racun dan bahaya lainnya. Hasil dari pembakaran batu bara PLTU bisa menghasilkan Fly Ash dan Bottom Ash (FABA), dan ketika batu bara di bakar di PLTU maka racun yang terkandung di dalam batu bara akan terkonsentrasi pada hasil pembakarannya, berupa abu terbang dan abu padat (FABA). Polusi dan FABA yang dihasilkan dapat mencemari lingkungan secara keseluruhan termasuk laut, hal ini bisa mengancam segala macam ekosistem di perairan dan ketersediaan air bersih. Polutan berbahaya seperti arsenik dan bahan kimia beracun lainnya dapat mengendap dalam air, tanah, dan bisa mengancam kesehatan masyarakat.
Selain melihat dampak yang muncul akibat dari aktivitas industri PLTU di Kampung Holtekamp, kami juga melihat upaya dan perjuangan masyarakat setempat dalam memitigasi dampak tersebut. Dibalik foto-foto ini terselip narasi perubahan, kegelisahan, geliat, kekuatan, serta relasi-relasi yang kompleks tetapi saling terkait.
RUMAH DALAM BALUTAN PLASTIK
Di kejauhan, di bawah langit biru yang tampak tenang, sebuah rumah berdiri dengan bentuk yang samar. Namun, tidak seperti rumah lain di sekitarnya, rumah ini tertutup sepenuhnya oleh plastik bening yang membalutnya dari atap hingga ke tanah. Sinar matahari menembus permukaan plastik, menciptakan pantulan yang aneh—seolah rumah itu terperangkap dalam gelembung transparan, terpisah dari dunia luar.
Lokasinya berdekatan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), sebuah raksasa industri yang terus-menerus menghembuskan asap dan debu ke udara. Tiap hari, partikel halus beterbangan, menyusup ke celah-celah rumah, mengendap di setiap sudut. Plastik itu bukan sekadar pelindung, tetapi benteng terakhir agar udara kotor tidak menyelinap masuk, agar penghuni di dalamnya masih bisa bernapas dengan sedikit lebih lega.
Namun, di balik lapisan plastik yang membungkusnya, rumah ini seolah terkurung dalam kesunyian. Tak ada jendela yang bisa dibuka lebar, tak ada angin yang bebas berembus ke dalam. Yang tersisa hanyalah ruangan yang panas dan pengap, sebuah pengorbanan untuk tetap bertahan di lingkungan yang kian sulit ditinggali. Plastik itu adalah perisai, tetapi juga pengingat akan betapa mahalnya harga udara bersih di tempat ini.